Penerapan Akad Ju’alah Pada Bisnis Multi Level Marketing (MLM)

Penerapan Akad Ju’alah Pada Bisnis Multi Level Marketing (MLM) - Perkembangan MLM di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh dunia online yang semakin berkembang. Perusahaan yang menciptakan pemasaran multi-level marketing (MLM) dulu hanya bekerja secara offline, tetapi sekarang pemasarannya online. 

Penerapan Akad Ju’alah

Penerapan Akad Ju’alah

Pendaftaran keanggotaan yang sebelumnya dilakukan secara manual, kini sepenuhnya otomatis dengan sistem mekanis. Kegiatan MLM secara offline saat ini terbatas pada seminar atau iklan cetak. Ada banyak manfaat yang dapat diperoleh perusahaan MLM dengan menggunakan sistem online mereka. Dengan sistem online, anggota dapat mengakses dari mana saja tidak hanya perusahaan MLM tempat mereka berada yang berpartisipasi sebagai anggota.

Iklan online juga sedang diupayakan sangat intensif oleh perusahaan MLM saat ini. Tentunya tujuan yang ingin dicapai adalah jaringan dan pasar yang lebih luas dengan memberikan informasi tentang perusahaan, produknya, dan rencana pemasarannya. Faktanya, teknologi membuat segalanya menjadi  praktis. Oleh karena itu, salah satu isu utama MLM adalah  penerapan akad Ju'âlah pada MLM, terutama dalam perencanaan sistem atau perencanaan pemasaran. Menurut Fatwa DSN NR. 62 / DSNMUI / XII / 2007 Setidaknya ada lima syarat yang harus diperhatikan atas nama pemilik MLM, khususnya MLM Syariah, mengenai Perjanjian Juarer. Diantaranya adalah :

1. Pihak  Ja’il  harus memiliki kecakapan hukum dan kewenangan (muthlaq  altasharruf) untuk melakukan akad;

2. Objek  Ju’alah (mahal al-‘aqd/maj’ul ‘alaih)  harus berupa pekerjaan yang tidak dilarang oleh syariah, serta tidak menimbulkan akibat yang dilarang; 

3. Hasil pekerjaan (natîjah) sebagaimana dimaksud harus jelas dan diketahui oleh para pihak pada saat penawaran; 

4. Imbalan Ju’alah (reward/’iwadh/ju’l) harus ditentukan besarannya oleh  Ja’il  dan diketahui oleh para pihak pada saat penawaran; dan 

5. Tidak boleh ada syarat imbalan diberikan di muka (sebelum pelaksanaan objek Ju’alah).

Objek utama pada akad ju’alah ini adalah memberikan manfaat atas suatu pekerjaan, bukan pekerjaan itu sendiri. Yang dimana dalam penerapan pada MLM yaitu berhasilnya seorang anggota atau member dalam melakukan penjualan baik dilakukan oleh diri sendiri atau bersama dengan tim. Imbalan diberikan ketika seseorang telah menyelesaikan suatu pekerjaan yang diminta. 

Aspek-aspek yang perlu diperhatikan bagi suatu perusahaan dalam menerapkan multi-level marketing (MLM) agar tetap dalam landasan syariah adalah dengan meneliti akad yang digunakan. Karena dalam sebuah akad pasti ada syarat dan rukun yang telah ditentukan untuk tetap berada dalam landasan syariah,  berikut adalah syarat dan rukun akad jua’alah: 

1. Shigat (Ijab dan Qabul)

Shigat merupakan kerelaan dari kedua belah yang berakad. Shigat  dapat dilakukan dengan lisan maupun tulisan. Jaman sekarang banyak ijab qabul yang dilakukan dengan tulisan, seperti industri yang melibatkan banyak orang termasuk MLM ini. 

2. Aqidaan (Kedua belah pihak yang berakad)

Jika dalam sebuah akad tidak ada kejelasan pada kedua belah pihak yang melakukan maka akad menjadi batal atau tidak sah. 

3. Ma’qud alaih (objek akad) 

Objek akad dalam ju’alah ini adalah manfaat dan upah. Manfaat dan upah tidak boleh sesuatu yang dilarang agama. 

Untuk pekerjaan dengan akad jua’alah seperti multi-level marketing (MLM) orientasinya adalah hasil, bukan pada proses dan pekerjaan. Apabila seorang member berhasil mencapai target yang ditentukan maka berhak mendapatkan upah. Dan sebaliknya bilamana tidak berhasil dalam mencapai target walaupun sudah berusaha keras, maka tidak berhak mendapatkan upah. Akad ju’alah berbeda dengan akad ijarah. Dalam akad ijarah, yang menjadi obyek akad harus jelas/spesifik, walau hasil dari pekerjaan terkadang tidak sama. 

Para ulama berpendapat mengenai hukum akad ju’alah ini, yang dimana mayoritas ulama mengatakan boleh dan minoritas mengharamkan akad tersebut. Para ulama yang membolehkannya ju’alah adalah para ulama yang berasal dari madzhab Syafi’i, Hambali dan  Maliki. 

Sedangkan yang mengharamkannya dari kelompok madzhab Hanafiah. Wahbah Zuhayla mengatakan: Ju’alah menurut para ulama Hanafiah tidak diperbolehkan karena di dalamnya terdapat gharar yaitu ketidakjelasan pekerjaan dan batas waktu. Sedangkan dari kitab referensi madzhab Syafi’i menyebutkan bahwa akad ju’alah diperbolehkan. Sebagaimana ajaran nabi Yusuf yang diceritakan dalam Al-qur’an sebagai bentuk ihtisan bahwa hal itu masih dianggap baik dan halal.

Aplikasi akad ju’alah pada multi-level marketing (MLM) adalah marketing plan yang dibuat oleh perusahaan yang mengharuskan kepada para membernya untuk tetap aktif dalam melakukan kegiatan yang dapat memberikan manfaat kepada perusahaan tersebut, yaitu dengan terjualnya produk-produk yang disediakan oleh perusahaan. Kemudian upah yang diberikan harus merupakan sesuatu yang jelas dan halal, agar tetap dalam landasan Syariah.

(Sumber: Hal ini berdasarkan Fatwa Dewan Syarian Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 62/DSN-MUI/XII/2007. Analisis Penerapan Ju’alah : Abdur Rohman)

(Sumber: Syofwan Jauhari : Ju’alah Dalam Multi Level Marketing) 

Ditulis Oleh: Lisa Nurhanifah dan Muna Mufidah, (Mahasiswa STEI SEBI)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel