Kisah Penjara suci suka maupun duka

Kisah Penjara suci suka maupun duka - Pengalaman hidup menjadi seorang santri memiliki cerita dan kesan tersendiri bagi saya yang pernah tinggal di Pondok Pesantren, pengalaman yang mungkin gak bisa dilupakan semasa hidup saya. Hiruk pikuk perjalanan menjadi seorang santri tentu memberikan warna yang berbeda, karena banyak sekali cerita yang ga bisa saya dapatkan ketika hidup di luar pesantren.

Kisah Penjara suci suka maupun duka

Kisah Penjara suci suka maupun duka

   Semenjak lulus dari Madrasah Tsanawiyah saya memang ingin sekali mondok (biar pinter ilmu agama katanya) hehe, walaupun banyak sebagian orang yang menganggap pondok itu seperti penjara yang mengekang kebebasan dan banyak sekali peraturannya. Bagi saya pondok memang penjara, tapi penjara suci hehehe..Alhamdulillah nya orang tua pun mengabulkan keinginan saya untuk mondok setelah lulus dari Madrasah Tsanawiyah. Akhirnya saya dan orang tua saya melakukan survei dari beberapa referensi Pondok Pesantren, mulai yang terdekat sampai yang jauh, dari mulai pondok salafy hingga modern.Setelah survei ke beberapa tempat saya mendapatkan tempat Pondok Pesantren modern namanya pondok pesantren al-madani yang saya pikir sepertinya saya cocok di tempat ini dan saya akan nyaman berada di tempat ini, tempatnya lumayan jauh dari rumah, jaraknya itu berkisar 2 jam kira-kira dari rumah
(Pondok pesantren al-madani) 

      Hingga harinya tiba saya berangkat ke Pesantren diantar oleh keluarga besar. Hari pertama ke dua hingga bertahun-tahun hidup di pesantren, saya sangat merasa nyaman dan betah karena mondok adalah kemauan saya sendiri tapi sebenernya walaupun tekad saya untuk mondok sangat tinggi tetap saja ada sedikit hawa pengin pulang ke rumah hehee.saya berada di pesantren selama 3 tahun, mulai dari SMA. banyak sekali pengalaman serta kesan yang saya dapat selama di pesantren, bagi saya pondok pesantren memberikan pelajaran yang sangat berarti. Hidup di pesantren mengajarkan saya bagaimana hidup mandiri, jauh dari orang tua, adik, saudara, bahkan kerabat yang selalu menemani.

    Mungkin di pondok pesantren saya tidak merasakan kasih sayang secara langsung dari orang tua, namun istimewanya di pondok pesantren kita begitu merasakan kasih sayang dan kebersamaan dengan teman-teman yang sudah seperti keluarga sendiri.di pondok sangat padat, mulai dari jam 3 pagi bangun untuk salat malam, dilanjut ke masjid untuk salat berjemaah subuh, setalah itu bersiap-siap untuk ke sekolah, kebetulan pondok pesantren yang saya tempati adalah pondok pesantren modern jadinya ada sekolahnya, sepulang sekolah saya rapi-rapi untuk persiapan mengaji sore.Ya sebenernya hidup di pondok itu enak, cuma belajar, sekolah, ngaji, makan, tidur hehe tapi banyak banget orang yang gak betah tinggal di pesantren termasuk saya yang punya tekad tinggi.
    
 Berbicara kebersamaan, di pesantren kebersamaan antara santri sangat kuat. Saya ingat, jika waktu dijenguk tiba ketika ada orang tua santri yang datang untuk mengunjungi anaknya, pasti wali santri tersebut membawakan nasi untuk anaknya serta santri lainnya yang tinggal sekamar.Dari bungkusan itulah kebersamaan santri sangat terlihat, sebelum makan kami menyatukan bungkusan nasi itu menjadi satu sehingga bisa makan sama-sama, sampai berebut karena saking ramainya, tapi itu sudah menjadi hal biasa sehingga menjadikan sebuah kebersamaan semakin erat.Saya bangga hidup di pesantren karena di pesantren saya sedikit tahu ilmu agama. Saya bangga hidup di pesantren karena di pesantren saya diajarkan untuk hidup sederhana.

Saya bangga hidup di pesantren karena saya bisa merasakan nikmatnya kebersamaan yang tidak bisa saya dapatkan ketika hidup di luar.Saya bangga hidup di pesantren karena saya dididik untuk menjadi insan yang islami. Dan saya bangga hidup di pesantren karena dari pesantren saya tahu bahwasanya ilmu dunia serta akhirat harus seimbang agar tak salah melangkah.Pondok pesantren atau bisa juga disebut penjara suci, tempat tinggal bagi sekelompok orang yang mencari ilmu keagamaan untuk mendekatkan diri kepada sang pencipta.Hanya orang-orang yang kuatlah yang bisa bertahan didalamnya, karena mereka harus melewati berbagai kehidupan yang menyedihkan dari mulai jauh dengan orang tua,jauh dengan orang terdekat, dan banyak lagi. 

       Pondok pesantren adalah wadah untuk mencetak generasi penerus para kiyai. Namun untuk mencapai itu semua tidaklah mudah, harus melewati berbagai kehidupan yang menyedihkan. di pondok para santri di didik memahami ilmu keagamaan dari mulai ilmu tauhid, fiqih, tasawuf dan sebagainya. Akan tetapi bukan ilmu akhirat saja yang diajarkan kepada para santri ada juga ilmu-ilmu dunia agar mereka bisa merasakan bahagianya hidup di dua alam nanti.Kehidupan santri sudah tidak jauh dari yang namanya suka dan duka. Bagi saya yang pernah merasakan kehidupan di jeruji suci sungguh kebahagian yang sangat mendalam. 

Ketika saya bersama teman seperjuangan tidak kebagian makan, tiada tujuan yang harus diambil adalah pergi mencari berusaha mencari sesuapan nasi untuk bertahan hidup, ntah dengan cara yang baik maupun memaksa heheh, tidak ada rasa malu sedikitpun bagi santri untuk hidup susah karena itu sudah menjadi syarat untuk menghasilkan ilmu. Hal yang paling menyakitkan bagi santri adalah ketika malam hari kira kira jam 03.00 harus bangun tahajud dibangunin itupun dengan cara sangat sopan...disiram satu ember hehheh, kami rela dan ihklas menunggu hari esoknya dengan keadaan sangat ngantuk berat,belum juga dari tadi malam nggak makan sama sekali menjelang pagi hari kita siap untuk mengais kembali Rizki di ladang dalam perut keadaan kosong sungguh pemandangan yang menyedihkan hanya untuk mencari sesuap nasi.
 

         Namun, itu semua tidaklah mengurangi rasa syukur kami kepada sang pencipta, kami para santri melewati jerih payah itu semua dilalui bersama-sama dengan penuh canda tawa serta tabah menjalani kehidupan ini.

Dalam hati kami pasti ada rasa iri melihat teman sebaya yang hidup serba ada makan enak hidup sehat, apalah daya kami hanya seorang santri yang do’if hidup seadanya makan sepiring bersama dan penyakit dimana-mana, itulah santri yang bisa dikatakan sekelompok orang-orang yang hidup berkelana mencari jati diri saling melengkapi.


Ditulis Oleh: Muhammad taufiq albohari (Mahasiswa STEI SEBI)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel