Bercermin Dari Peran Ulama Dari Masa ke Masa Dalam Membangun Indonesia Yang Berdaulat

Persamaan pandangan tentang islam yang mesti menjadi dasar pijakan dalam menjalankan seluruh aktivitas kehidupan merupakan dasar pengikat paling penting bersatunya kelompok-kelompok islam. Masalah khilafiah yang semula diperselisihkan tidak lagi diperbincangkan dengan serius.
Para tokoh intelektual dapat mengikat kembali kepingan-kepingan umat islam atas dasar isu kesatuan jati diri sebagai muslim yang mendasarkan kehidupannya pada cita-cita besar tegaknya islam sebagai ajaran. Indikasi ini sebenarnya telah terlihat sebelum masa kemerdekaan, yaitu ketika MIAI hingga diubah menjadi Masyumi (Majelis Syura Muslimin Indonesia) pada masa pendudukan jepang.


Dengan sangat gigih Anshary menolak pandangan-pandangan politik yang bersebrangan dengan islam, terutama komunis. Suara-suara lantang Anshary diluar parlemen melalui persatuan islam semakin mempertegas kedudukannya diperlemen yang vis a vis dengan kelompok komunis. bahkan ketika majelis konstituate (1959) dan kemudian masyumi (1960) dibubarkan oleh soekarno, lalu soekarno mendeklarasikan Nasakom ( Nasionalisme, Agama, dan Komunisme) melalui persatuan islam Anshary tetap lantang menentang kebijakan tersebut.

Antikomunisme Persatuan Islam tidak hanya didukung oleh Anshary, bulan maret 1954, para tokoh persatuan islam dengan sangat serius menolak komunisme, yaitu dengan mengeluarkan fatwa pengharaman komunisme yang ditandatangani oleh sebelas aktivis. Pada tahun 1957 persis mengeluarkan resolusi sebagai ungkapan kemarahannya pada soekarno yang dikirim kepada seluruh aktivis persis yang diberi judul “Persis Menolak Konsep-Konsep Soekarno”.

Sementara yang dilakukan Hazairin, seorang ahli hukum adat. Hazairin melalui serangkaian tulisannya dia menyerukan dijadikannya hukum islam sebagai hukum positif. Dia percaya bahwa seluruh prinsip islam dapat ditampung dalam yusriprudensi baru tanpa harus menghancurkan prinsip standar hukum islam yang manapun dan bahwa hasilnya dapat diterapkan dalam masyarakat indonesia. Hazairin dengan begitu telah mencoba mengusulkan untuk memformalkan hukum-hukum islam di dalam perundang-undangan indonesia.

Akan tetapi, dalam situasi tersudut seperti itu bukan berarti umat islam kehilangan vitalitas dan kreatifitas untuk tetap memperjuangkan agama yang diyakini akan membawa kemaslahatan didunia dan akhirat. Walaupun secara politik umat islam secara sengaja dipinggirkan, akan tetapi mengingatkan kembali kepada umat islam bahwa ada tugas yang lebih penting dan harus terlebih dahulu dibenahi sebelum umat islam memegang tampuk kekuasaan, yaitu Dakwah.

Secara performa sejak tahun 70 an hingga saat ini islam di Indonesia telah kembali menjadi agama mayoritas islam tidak lagi diekspresikan secara sembunyi-sembunyi jauh dari ruang publik seperti pada zaman kolonial. Perjuangan para mujahidin islam untuk membebaskan negri ini dari penguasaan kafir yang sangat menindas baik secara politik, ekonomi, dan terutama keyakinan buahnya sudah mulai dirasakan saat ini. walaupun ada yang pesimis melihat indonesia yang hingga saat ini masih belum memberi peluang pada gerakan-gerakan islam untuk berkuasa sepenuhnya dalam bidang politik.

Kecerdikan dan kegigihan para pejuang islam setelah kemerdekaan untuk kembali kepada dakwah, justru membukakan peluang besar semua bidang dinegeri ini akan dapat dikendalikan umat islam. Sebab dakwah ini memang prasyarat mutlak sebelum umat islam berkuasa, “politik kita tergantung pada dakwah kita” demekian ungkapan Natsir.

Penulis; Wiwi
Sumber : dari buku jas mewah
Oleh Dr. Tiar Anwar Bachtiar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel