Kisah Inspiratif Jumiati Hasibuan Akhirnya bisa kuliah di Universitas Riau

Kisah Inspiratif Jumiati Hasibuan Akhirnya bisa kuliah di Universitas Riau - Saya Jumiati Hasibuan, mahasiswi Jurusan Teknik Kimia di Universitas Riau. Tidak ada yang istimewa dariku. Namun ada kisah yang menyemangati hingga hari ini. Waktu masih duduk di bangku Sekolah Dasar dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), aku tidak berbeda dari anak-anak seusiaku, aku dikategorikan sebagai anak yang jarang bermain dengan mereka karena harus disibukkan dengan bekerja membantu orang tua memanen sawit setiap minggunya. 

Kami bukan berasal dari keluarga kaya, orangtuaku hanyalah seorang buruh yang harus menafkahi 8 orang anaknya. Karena itu, Aku tak pernah mengeluh jika membantu mereka bekerja. Kegiatanku membawa buah sawit menggunakan gerobak dengan jarak yang ditempuh sekitar 2 Km per sekali jalan dan berat yang diangkat sekitar 2 Ton dari ladang tempat ayah bekerja hingga pinggiran sungai untuk dibawa oleh perahu menyeberangi sungai. 

Dengan Niat dan Tekad yang Kuat Jumiati Hasibuan akhirnya bisa kuliah di Universitas Riau


Kisah Inspiratif Jumiati Hasibuan Akhirnya bisa kuliah di Universitas Riau

Kadang diriku merasa santai menjalaninya namun kadang juga membuatku menangis. Jika dipikirkan seharusnya waktu yang kugunakan adalah bermain bersama teman sebayaku. Tapi, aku lewatkan begitu saja demi membantu orang tuaku, terlebih lagi aku adalah anak perempuan yang jika dipikir mustahil untuk bekerja separah ini. Seringkali merasa kesakitan di sekitar badan karena beratnya sawit yang harus ku angkat dan dorong. 

Untuk menghibur kesedihanku, ayah selalu bilang bahwa cobaan yang akan aku hadapi diluar sana itu jauh lebih berat, lebih berat dari 1 Ton sawit atau 10 Ton sawit yang aku bawa saat ini. Aku hanya mengangguk menuruti, bukan karena aku melawan, tapi karena aku hanya seorang anak-anak yang tidak tahu apa-apa. Namun, itu semua tak menyurutkan semangatku untuk terus belajar sampai pada waktu itu menjadi siswa lulusan unggulan pertama disekolahku.

Menduduki bangku Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah hal yang paling sulit. Keuangan orangtua semakin terpuruk, orang mulai tak memakai ayah untuk bekerja lagi, adek-adek yang terlalu banyak meminta ini dan itu serta penagih hutang yang berserakan meminta uangnya dikembalikan. Aku tidak tahu harus berbuat apa, mau menolongpun tidak sanggup. Banyak teman sekelas yang selalu menghina dan mengejek karena aku selalu tak berduit jika diajak jajan, hingga dijuluki si Putri Puasa. 

Panggilan itu sama sekali tidak membuatku sakit hati, karena bagiku puasa untuk mengurangi pengeluaran orangtuaku adalah hal yang harus dilakukan. Aku adalah tipikal orang yang tak pernah menyerah tentang apa yang terjadi. Hingga akhirnya ku beranikan diri meminta pekerjaan sebagai pembantu dirumah guruku. 

Aku tahu waktu itu adalah hal yang sangat berat karena aku adalah orang yang jarang berkomunikasi dengan orang lain, bahkan orang kampung tidak ada yang mengenaliku kecuali sanak family disana. Karena sanggup memberanikan diri, akhirnya kudapatkan pekerjaan sebagai pembantu di rumahnya. Celaan pun semakin menjadi-jadi, membuatku terpuruk dalam beberapa waktu hingga akhirnya sering bolos sekolah. 

Sampai ketika aku tersadar bahwa celaanlah yang akan membuat bangkit. Salah satu hal yang memotivasiku adalah tentang kisah Barack Obama yang berkulit hitam menantang celaan dari Amerika karena diskriminasi pembagian ras kulit putih dan kulit hitam, namun siapa sangka dia berhasil menjadi orang nomor satu di Amerika. Setelah berjuang melawan rasa takut, kini waktunya memulai babak baru, yaitu mendaftar perguruan tinggi. Aku tetap bersikeras untuk mendaftar. 

Pada saat pendaftaran, sedikitpun orangtuaku tidak mengeluarkan uang dan bahkan mereka tidak tahu ketika mendaftar kuliah. Pada saat itu orangtuaku menantang keras karena keinginan untuk melanjutkan pendidikan. Aku tak menyerah begitu saja. Kesana kemari mencari tahu tentang kuliah yang gratis, mencari tahu tentang beasiswa, bahkan sudah merancang bagaimana kehidupan nantinya di perantauan. Akhirnya disuruh oleh guru BK untuk mendaftar SNMPTN dan mengurus persyaratan Bidikmisi. Sampai ketika aku dinyatakan lolos di Universitas Riau Jurusan Teknik Kimia. 

Orangtua ku hanya bisa menangis, mungkin dipikiran mereka saat itu “bisakah saya menyekolahkannnya keluar daerah? Bisakah saya memberi nya uang untuk kelancaran kuliahnya?”. Terlebih lagi pada waktu itu UKT ku berada pada tarif Rp 3.175.000. Aku berkeinginan tetap mengambil pendidikan ini dan optimis nantinya akan mendapatkan beasiswa itu. Dalam pikiranku hanya satu yaitu yakin pada takdir Allah. Dengan modal seadanya dari hasil bekerja, aku berangkat sendiri ke Pekanbaru untuk tetap mengambil kuliah ini. Aku tak meminta sedikitpun pada orangtuaku untuk masalah biaya ataupun untuk masalah mencari tempat tinggal. 

Disinilah baru tersadar mengapa sewaktu kecil diajarkan bekerja keras, mengapa diajarkan mengasah mental. Ya, aku tak begitu heran dengan dunia kota yang kejam ini. Dua bulan hidup sebagai mahasiswi baru akhirnya pengumuman bidikmisi dikeluarkan. Aku tak begitu yakin. Namun, teman-teman mengucapkan selamat. Maklum, handphone ku hanya bisa untuk telepon dan sms. 

Dengan modal bicara dan rasa malu, aku bertanya pada teman satu kelas untuk menceritakan apa yang terjadi. Dan Alhamdulillah beasiswa Bidikmisi akhirnya ku dapatkan. Orangtuaku menangis penuh syukur karena langkah yang ku ambil tidak sia-sia. Bermodalkan niat yang besar, tekad yang kuat serta kepercayaan kepada pencipta akhirnya saya dapat melanjutkan pendidikan hingga saat ini.  


Baca Juga : Millenial Generasi Emas Indonesia


Judul Paten : Dengan Niat dan Tekad yang Kuat
Penulis : Jumiati 
Buku : Rangkaian Titik Kehidupan

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel