Mengapa riba haram?

Mengapa riba haram? - riba mungkin menjadi kata yang tidak asing di telinga kita, seringkali kata tersebut dipakai dalam sebuah percakapan mengenai transaksi jual beli. Namun tahu kah kalian bahwa dalam transaksi jual beli islam riba ini dilarang? Mengapa riba di larang ? dan apa sih sebenarnya riba itu, sampai sampai transaksi itu dilarang?

Mengapa riba haram?

Mengapa riba haram

Kata riba berasal dari bahsa arab, secara etimologis berarti tambahan (azziyadah), berkembang (an-numuw), membesar (al-'uluw)  dan meningkat (al-irtifa'). Menurut terminologi ilmu fiqh, riba merupakan tambahan khusus yang dimiliki salah satu pihak yang terlibat tanpa adanya imbalan tertentu. Dikalangan masyarakat sering kita dengar dengan istilah rente, rente juga disamakan dengan “bunga” uang. Karena rente dan bunga sama-sama mempunyai pengertian dan sama-sama haram hukumnya di agama Islam.

Dalam hadist yang diriwayatkan Imam Malik menyebutkan, “Prinsip utama dalam riba adalah penambahan”.

” لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَیْھِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّباَ وَمُوْكِلَھُ وَكَاتِبَھُ وَشَاھِدَیْھِ , وَقَالَ : ھُمْ سَوَاء

“Jabirberkata bahwa Rasulullah Saw melaknat pemakan riba, wakilya, penulisnya, dua orang  saksinya, dan Rasul mengatakan mereka sama saja” ( HR.Muslim)

Tahapan Larangan Riba dalam Al-Qur'an

1. Tahap Pertama

Larangan riba pada tahapan awal masih belum konkret melarang riba. Namun, Allah SWT sudah mengingatkan bahwa riba adalah perkara yang dibenci. Ayat ini sebagai conditioning agar muslim siap mental untuk menaati larangan riba yang akan dikeluarkan kemudian.

Ayat yang dimaksud adalah surah Ar Rum ayat 39,

وَمَآ اٰتَيْتُمْ مِّنْ رِّبًا لِّيَرْبُوَا۟ فِيْٓ اَمْوَالِ النَّاسِ فَلَا يَرْبُوْا عِنْدَ اللّٰهِ ۚوَمَآ اٰتَيْتُمْ مِّنْ زَكٰوةٍ تُرِيْدُوْنَ وَجْهَ اللّٰهِ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُضْعِفُوْنَ

Artinya: Riba yang kamu berikan agar berkembang pada harta orang lain, tidaklah berkembang dalam pandangan Allah. Adapun zakat yang kamu berikan dengan maksud memperoleh keridaan Allah, (berarti) merekalah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya).

2. Tahap Kedua

Larangan riba tahap kedua turun pada periode Madinah melalui surah An Nisa ayat 160-161. Pada tahap ini, riba sudah mulai dijelaskan status hukumnya. Ayat in juga menjelaskan bahwa riba bukan hanya dilarang bagi muslim tetapi berlaku juga untuk kaum Yahudi.

(160) فَبِظُلْمٍ مِّنَ الَّذِيْنَ هَادُوْا حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبٰتٍ اُحِلَّتْ لَهُمْ وَبِصَدِّهِمْ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ كَثِيْرًاۙ

(161) وَّاَخْذِهِمُ الرِّبٰوا وَقَدْ نُهُوْا عَنْهُ وَاَكْلِهِمْ اَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ ۗوَاَعْتَدْنَا لِلْكٰفِرِيْنَ مِنْهُمْ عَذَابًا اَلِيْمًا

Artinya: Karena kezaliman orang-orang Yahudi, Kami mengharamkan atas mereka (makanan-makanan) yang baik yang (dahulu) pernah dihalalkan bagi mereka; juga karena mereka sering menghalangi (orang lain) dari jalan Allah,

melakukan riba, padahal sungguh mereka telah dilarang darinya; dan memakan harta orang dengan cara tidak sah (batil). Kami sediakan untuk orang-orang kafir di antara mereka azab yang sangat pedih.

3. Tahap Ketiga

Larangan riba pada tahap ketiga mulai tegas melarang muslim untuk memungut riba. Hal ini diterangkan dalam surah Ali Imran ayat 130-131 yang mengaitkan riba pada suatu tambahan yang berlipat ganda.

(130) يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوا الرِّبٰوٓا اَضْعَافًا مُّضٰعَفَةً ۖوَّاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَۚ

(131) وَاتَّقُوا النَّارَ الَّتِيْٓ اُعِدَّتْ لِلْكٰفِرِيْنَ

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung. Lindungilah dirimu dari api neraka yang disediakan bagi orang-orang kafir.

4. Tahap Empat

Tahap terakhir larangan riba dalam Al-Qur'an ini, Allah SWT dengan jelas dan tegas mengharamkan apapun jenis tambahan yang diambil dari pinjaman. Ayat yang menjelaskannya adalah surah Al Baqarah ayat 278-279.

(278) يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَذَرُوْا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبٰوٓا اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ

(279) فَاِنْ لَّمْ تَفْعَلُوْا فَأْذَنُوْا بِحَرْبٍ مِّنَ اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖۚ وَاِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوْسُ اَمْوَالِكُمْۚ لَا تَظْلِمُوْنَ وَلَا تُظْلَمُوْنَ

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang mukmin.

Jika kamu tidak melaksanakannya, ketahuilah akan terjadi perang (dahsyat) dari Allah dan Rasul-Nya. Akan tetapi, jika kamu bertobat, kamu berhak atas pokok hartamu. Kamu tidak berbuat zalim (merugikan) dan tidak dizalimi (dirugikan).

Dalil terakhir inilah yang digunakan sejumlah ulama untuk mengharamkan riba secara mutlak. Dengan kata lain, tidak menoleransi jumlah sedikit atau banyaknya.

Dampak riba dalam kehidupan 

Pertama, riba dapat menghilangkan sikap saling tolong menolong. Sebagaimana di awal disebutkan, bahwa Islam adalah agama yang identik dengan tolong menolong. Islam menuntut kita untuk memberikan kelebihan harta kepada orang lain yang kekurangan. Sementara riba tidak demikian, riba justru memutus mata rantai sikap saling tolong menolong sebab menuntut orang lain membayar lebih atas apa yang dipinjamnya.

Kedua, riba dapat merampas kekayaan orang lain dengan cara yang batil. Riba diharamkan oleh Allah Swt karena sadar atau tidak telah melegalkan praktik perampasan kekayaan terhadap mereka yang berhutang. Secara pelan tapi pasti, riba menggerogoti harta mereka yang sudah miskin, yang seharusnya dibantu, namun justru ditindas.

Ketiga, Membahayakan orang miskin karena kebanyakan yang terjadi, bahwa pemberi hutang adalah orang kaya, sementara yangg berhutang adalah oarang miskin. Kalau sikaya diberi kesempatan mengambil harta lebih dari yang dihutangkan, tentu akan membahayakn si miskin.

Keempat, Terputusnya kebajikan dan amal shalih dalam memberikan pinjaman. Karena kalau satu dirham harus dibayar dengan dua dirham, tidak mungkin orang lain bisa memberikan satu dirham saja. 

Penulis: Siti syifa arruhiyina (Mahasiswi STEI SEBI)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel